Oleh: MN Lapong
Hajinews.id – Jauh hari sebelumnya publik sudah menduga duga, drama apa yang bakal muncul setelah Surya Paloh (SP) dengan lantang mengusung Anies sebagai Capres NasDem.
Dalam konteks demokrasi apa yang dilakukan SP selaku Ketua Umum Partai NasDem dan jajarannya untuk mengusung Anies Rasyid Baswedan (ARB), bukanlah hal yang istimewa, hal lumrah saja berbeda pilihan dalam kontestasi politik copras capres 2024.
Namun dalam Prilaku Politik demokrasi feodal ala Indonesia, hal itu sesuatu yang menyalahi adab/fatsun Politik persekawanan dalam koalisi Kabinet yang di usung Jokowi sebagai pilihan bersama seia-sekata saat Pilpres 2019 lalu. Bahkan SP dinilai sebelumnya sebagai pendukung dan pembela utama pemerintahan Jokowi dan Kabinetnya.
Apa yang dilakukan SP dalam akrobat politiknya yang menurutnya sebagai ikon perubahan ala restorasi NasDem, Dimata Jokowi sebagai seorang zoon politucun Jawa’iyah itu menjadi tidak tepat.
Bahkan setelah SP mengusung Koalisi Perubahan yang dengan Capres ARB berlalu, beberapa saat didepan mata Jokowi muncul lagi Koalisi koalisian seperti KIB untuk urusan copras-capres dalam Kabinet Jokowi di luar Gerindra dan PDI-P. Hal ini membuat Jokowi semakin gerah dan tidak nyaman, apa lagi ini tidak sesuai keinginan Jokowi, agar di ujung masa jabatannya dimana dia berharap akan melenggang tenang pasca Presiden, tidak diusik dengan dugaan KKN dan program program mercusuar sebagai legacy-nya tidak terganggu seperti proyek IKN, mobil listrik, kereta cepat dll.
Namun apa mau dikata? Akrobat politik SP membawa dampak besar dalam stand up politik Indonesia, keramahan dan kekompakan kabinet berangsur-angsur menjadi ambyar yang membuat kegalauan Jokowi semakin beranjak cemas.
Apa lagi sosok ARB yang di usung NasDem makin berkibar di seantero Indonesia dan bahkan menjadi berita dunia, relawan relawan ARB bermunculan seperti cendawan di musim hujan.
Dalam _politic statusquo_ ini mengkuatirkan bagi kelanjutan estafet kepemimpinan sesuai keinginan Jokowi, apalagi rencana skenario lalu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden yang diskenariokan LBP-La Nyalla buyar karena mendapat tentangan yang kuat dari _civil sociaty_ dan gongnya saat Megawati Soekarno Putri dalam pidato Mukernas PDI-P, intinya mengatakan _no way!_
Walaupun Jokowi agak terhibur kemudian setelah Megawati Soekarno Putri setuju Ganjar Pranowo (GP) menjadi Capres PDI-P yang selama ini di gadang gadang Jokowi.