Lato-Lato FKUB Bojonegoro

Lato-Lato FKUB Bojonegoro
Mundzar Fahman
banner 678x960

banner 678x960

banner 678x960


Oleh: Mundzar Fahman, Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro.

Hajinews.id – Beberapa waktu lalu lato-lato menjadi trending game (permainan sedang ngetrend) di masyarakat. Anak-anak, bapak-bapak, dan emak-emak suka main lato-lato. Bahkan, ada pejabat yang ikut memainkan lato-lato. Walau, mungkin itu hanya untuk iseng atau pencitraan ala pejabat. Atau, jangan-jangan itu karena mereka sudah kenyang memainkan duit rakyat, hehehe….

Bacaan Lainnya
banner 678x960


Tetapi, lato-lato yang terbuat dari dua bola plastik sebesar telor itu ternyata ngetrednya hanya sebentar. Belakangan ini nyaris sudah tidak ada lagi anak-anak kecanduan main lato-lato. Bakul mainan pun tidak banyak terlihat menjajakan mainan itu.

Di saat permainan lato-lato meredup, kini di Bojonegoro muncul permainan lato-lato model baru. Bahannya bukan berupa dua bola plastik. Tapi berupa susunan kepengurusan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Bojonegoro. Juga, berupa kelanjutan episode carut marutnya pemindahan pedagang Pasar Kota (lama) ke Pasar Wisata di Banjarejo. Hingga kini masih ruwet dan berpotensi menyulut konflik horizontal maupun vertikal. Ini yang perlu diwaspadai dan dicarikan solusinya. Win-win solution…

Permainan lato-lato FKUB disulut oleh terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Bojonegoro Hj. Anna Mu’awanah. SK Bupati tersebut, menurut Kepala Badan Kesbangpol Bojonegoro Mahmudi kepada wartawan,  adalah  Nomor 188/92/KEP/412.013 tanggal 2 Maret 2023. Dalam SK Bupati ini, nama KH. Tamam Syaifuddin sebagai Ketua FKUB Bojonegoro, menggantikan posisi KH. Alamul Huda (ketua FKUB berdasarkan SK  Bupati Nomor 188/445/KEP/ 412.013 tertanggal 3 Juli 2020). Menurut SK ini, masa jabatan KH Alamul Huda hingga 2025.

SK Bupati tentang penggantian ketua FKUB dari Alamul Huda ke Tamam Syaifuddin seolah menjadi bola liar. Banyak yang bertanya-tanya bagaimana proses dan siapa pembisik SK tersebut. Alamul Huda menilai, SK bupati tersebut cacat prosedur, dan tanpa melalui rapat pengurus FKUB sebelumnya. ‘’Saya beberapa kali memang didatangi seorang utusan. Dia minta saya mundur. Kepada utusan tersebut saya tegaskan, saya mau mundur jika rapat pengurus FKUB meminta saya mundur. Saya ini dipilih sebagai ketua oleh pengurus FKUB. Masak saya disuruh mundur oleh seseorang melalui seorang utusan?’’, kata Alamul Huda.

Di tengah gelapnya proses SK Bupati tersebut, Kepala Bakesbangpol Mahmudi mencoba menjelaskan kepada wartawan. Katanya, SK Bupati tahun 2020 tentang FKUB memang perlu direvisi. Sebab, dalam SK tersebut, personel pengurus FKUB sebanyak 30 orang. Padahal, menurut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri Tahun 2006, personel pengurus maksimal hanya 17 orang. ‘’Karena jumlah anggota di dalam kepengurusan FKUB Bojonegoro (lama) melebihi ketentuan,’’ kata Mahmudi.

Penjelasan Mahmudi tersebut terkesan aneh dan janggal. Bayangkan. Peraturan Bersama Menag dan Mendagri tersebut diterbitkan Tahun 2006. Sedangkan SK Bupati tentang kepengurusan FKUB Bojonegoro (lama) diterbitkan Tahun 2020. Atau, 14 tahun setelah peraturan Menag dan Mendagri tersebut. Pertanyaannya: Mengapa bupati mau mengesahkan kepengurusan FKUB (lama) yang (katanya) tidak sesuai dengan peraturan Menag dan Mendagri tersebut? Selain itu, mengapa baru sekarang ini (masa kepengurusan FKUB tinggal satu tahun) baru direvisi?


banner 800x800

Pos terkait



banner 400x400

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *